DI MALAM ITU...
Malam, ya tempat semua orang terlelap di atas nirwana.
Tapi seorang Alfa masih belum bisa terlelap. Alfa masih menatap layar yang
berkilauan di atas ranjang tua. Dalam hati, Alfa bergumam dalam hati “Apa hanya
aku manusia yang tidak beruntung di dunia ini? “ sambil menatap layar
berkilauan itu, dia membuat sebuah argumen “Apakah Gneiss punya rasa yang sama?
“ argumen itu pun terus berlanjut hingga
Alfa sampai di titik saturasi untuk terlelap tidur menikmati malam yang sama
dengan Gneiss.
Pagi pun datang, mentari telah menampakan wajah di horizon
Timur. Alfa terbangun dari tidurnya, seolah-olah dia tidak percaya dengan apa
yang ia rasakan ketika malam telah usai. Alfa bergegas menuju layar berkilauan
itu lagi, dengan santai dia melihat ruang di sosial media. Tiba-tiba ia merasa
ada yang janggal, Gneiss memberi sebuah notifikasi yang membuat Alfa
berdebar-debar. “Fa, kamu sibuk ga? Entar malam makan yuk di kedai biasanya”
Alfa melihat jadwal di malam hari untuk bisa menjawab secuil pinta dari Gneiss.
“Ah, tidak sibuk ayo aja” kebetulan malam ini sang lunar masuk fase purnama
gumam Alfa, Alfa pun menyiapkan hati dan pikiran untuk menemui Gneiss. Pagi pun
telah usai waktunya, sang malam keluar dari persembunyiannya. Jam di tangan
telah menunjukkan Pukul 7, waktu dimana mereka seharusnya bertemu. “Gneiss
sudah di kedai” , Alfa menjawab “Bisa nunggu bentar ga? Ini lagi di jalan” . Tepat
Pukul 8 mereka bertemu , “Maaf ya telat, hehe” , “Iya, kebiasaan sering telat
sih hehe” . Alfa memang terkenal memiliki stereotype
tidak menghargai waktu, Gneiss pun sudah hafal. Mereka berdua duduk
bersebrangan , menikmati makan malam layaknya sebuah komet yang saling
berpapasan. Alfa dan Gneiss pun berbincang tentang kesibukan masing-masing,
kebetulan mereka berdua memiliki dunia paralel yang berbeda, Alfa hanya seorang
mahasiswa dari Astrofisika sedangkan
Gneiss mengambil fokus di Meteorologi. Obrolan pun semakin malam semakin larut,
semakin cair, layaknya besi yang dilebur pada suhu 1.538 C.
Perasaan Alfa semakin tidak menentu dengan obrolan itu,
jam di kedai menunjukkan Pukul 10. Alfa dan Gneiss pun bergegas mengakhiri
obrolan yang dirasa memiliki makna inplisit bagi perasaan masing-masing individu.
Sebelum pulang, Alfa meminta Gneiss untuk melihat ke langit malam yang cerah
dengan taburan bintang oleh Sang Pencipta. Gneiss menuruti perkataan Alfa, Gneiss dengan kebingungan hati lalu bertanya
kepada Alfa “Kenapa Fa? “ , “Mungkin, ini pertemuan terakhir kita…” , Gneiss
dengan perasaan yang tidak karuan melontarkan pertanyaan “Maksudnya??!!” , “Ingat
ga, waktu kita pertama bertemu? Kita juga menatap langit malam yang sama ketika
kita membaca buku alamanak bulan” , Sontak Gneiss kaget, perasaannya semakin
tidak karuan menafsirkan maksud dari Alfa. Dua individu tersebut masih dalam
diam menerjemahkan bahasa perasaan yang terlontar dari palung hati. “Gneiss,
mungkin kamu bertanya-tanya maksud perkataan aku tadi. Jujur, kamu wanita yang baik,
cerdas , dan mandiri tapi aku..” Gneiss dengan perasaan yang campur aduk , “Tapi
apa Fa…” , Alfa akhirnya melawan perasaannya dan mengucapkan “Maaf buat
semuanya Gneiss…” , Alfa bergegas pergi meninggalkan Gneiss yang hanya diam
seribu bahasa medengar perkataan yang terlontar dari anak Astrofisika itu…